Merasakan Euforia Bola di Kandang Manchester United
Bagi penggila bola, Manchester United (MU) dipuja sebagai salah satu tim terbaik di Liga Inggris dan dunia. MU memiliki Stadion Old Trafford yang megah nan bersejarah dan menjadi daya tarik wisatawan penyuka sepakbola.
Liga Inggris adalah pertandingan sepakbola yang paling banyak dinikmati dan ditonton oleh penggemar bola di seluruh dunia. Mungkin, menonton tim favorit berlaga di stadion secara langsung adalah mimpi-mimpi yang terlalu mewah untuk terwujud.
Seperti sedang bermimpi di siang bolong, akhirnya kami melangkahkan kaki menuju Stadion Old Trafford, di Kota Manchester, Britania Raya. Namun demikian, kedatangan saya ke sana bukan untuk menyaksikan Manchester United, tetapi demi Chelsea, tim favoritku, dalam rangka menghentikan dominasi MU dari gelar juara.
Memang, tiket untuk menonton pertandingan yang bergengsi seperti MU vs Chelsea akan sulit didapat. Untuk mendapatkan tiket, Anda harus mendaftar menjadi member dengan biaya sekitar 30 Pounds (Rp 438.000), dan mengumpulkan sejumlah point untuk bisa membeli tiket. Sebelum tiket dijual kepada publik, biasanya sudah habis dipesan oleh member.
Keberuntungan pun menghampiri kami, ketika dua hari sebelum pertandingan, saya mendapatkan tiket itu di loket penjualan tiket Stamford Bridge, Chelsea. Saya juga mendapat satu tiket lagi untuk teman saya, dari seorang wanita penggemar Chelsea yang berhalangan hadir, dan sedang bersusah hati karena tiket yang sudah dibeli tidak bisa direfund. Akhirnya, kami membeli tiket wanita tersebut dan melangkahlah ke Old Trafford. Â
Berbekal dua tiket itu, dengan penuh percaya diri kami berangkat menuju Manchester. Dari stasiun kereta api, Old Trafford bisa ditempuh dengan menggunakan Tram, tiket Tram sekitar 3 Pounds (Rp 43.800) pulang-pergi. Setelah turun di Stasiun Exchange Quay, perlu lima belas menit jalan kaki untuk menuju ke stadion.
Sebuah jembatan merah bernama Trafford Road Bridge menjadi penanda bahwa lokasi stadion kian dekat. Di pinggir jalan menelusuri tepi sungai, banyak orang berjualan berbagai aksesoris MU seperti kaos, syal, bendera, kupluk dan berbagai pernak-pernik lainnya. Semakin mendekati stadion, semakin banyak pedagang-pedagang aksesoris beserta penjual makanan dan minuman fast food kaki lima, seperti di indonesia.
Akhirnya dari kejauhan, terlihat stadion yang berdiri kokoh dengan kemegahannya. Orang-orang mulai berduyun-duyun berdatangan memadati sekeliling stadion. Rata-rata berseragam merah-merah untuk mendukung tim kesayangan mereka bermain di kandang.
Seperti juga di Indonesia, terdapat beberapa calo yang menjual tiket di pertadingan, namun harganya empat kali harga normal. Jika kami mendapat tiket dengan harga 42 pounds atau sekitar Rp 600.000, maka tiket dari calo berharga sekitar RP 2.500.000.
Di deretan depan stadion, terdapat bagian gedung yang menjual merchandise official MU sedang dipadati pembeli, tempat yang pas untuk mencari oleh-oleh bagi penggemar MU. Yang mengejutkan, ternyata sebagian besar produk adalah made in Indonesia!
Ketika menunggu masuk, seorang bapak yang datang dengan dua anaknya, yang semuanya memakai kaos MU, melihat atribut kami yang bertuliskan Chelsea. Bapak itu seketika mencibir, menatap dengan sinis, menunjuk-nunjuk sambil berbisik kepada anak-anaknya, yang jika diasumsikan berbunyi, "Nak, kalau besar nanti, jangan jadi pendukung Chelsea seperti dia. Mau ditaruh dimana muka Bapakmu ini nantinya."
Akhirnya dua jam sebelum pertandingan kami sudah boleh memasuki stadion. Tempat masuk antara orang berkaos biru-biru, pendukung Chelsea, dipisah dengan tempat masuk orang berkaos merah-merah, MU, untuk mencegah pertikaian yang berpotensi terjadi. Kapasitas yang diperuntukkan kepada supporter tim tamu hanya 3.000 kursi, dibandingkan dengan total keseluruhan yang mencapai 75 ribu kursi.
Keadaan di dalam stadion cukup menerbitkan rasa takjub. Ketika kosong, seluruh stadion didominasi oleh warna merah. Yang ditengahnya terdapat tulisan besar berwarna putih: MANCHESTER UNITED. Di salah satu bagian lain terdapat spanduk panjang bertuliskan MANCHESTER IS MY HEAVEN dan MU FC FOR EVERY MANC A RELIGION. Di salah satu tribun terdapat julukannya yang terkenal sebagai THE THEATRE OF DREAMS. Melihat tulisan itu, saya hanya bisa berkata dalam hati 'Bersiaplah, pertandingan ini akan menjadi mimpi buruk bagi kalian,' sambil terkekeh-kekeh.
Para supporter mulai memenuhi stadion. Para pemain mulai bermunculan di lapangan dan melakukan pemanasan. Timbul perasaan sumringah bahwa detik ini, saya hadir dan melihat mereka secara langsung, di tempat yang sangat jauh dari rumah!!!
Akhirnya peluit tanda mulai pertandingan disemprit oleh wasit. Menyaksikan pertandingan secara langsung di stadion, setelah biasanya hanya menonton dari televisi, terasa seperti menambah efek 3 dimensi. Kami pun merasakan sudut pandang dari sangat luas, mendengarkan suara di stadion yang bergemuruh, tidak ada suara komentator, serta tidak ada siaran ulang seperti di layar kaca. Secara umum, jalannya pertandingan ini dari sudut pandang yang sangat subyektif adalah Chelsea mendominasi pertandingan dan menyia-nyiakan begitu banyak kesempatan-kesempatan emas.
Sebuah hal luar biasa ketika membaur bersama keriuhan para supporter Chelsea yang bernyanyi-nyanyi dan yel-yel. Kami bernyanyi untuk mendukung Chelsea agar lebih semangat, untuk mendukung Torres agar mencetak gol, dan meneriakkan yel yel yang mengejek satu persatu pemain lawan, serta menyanyikan berbagai lagu kebangsaan.
Kami takjub menyaksikan dari dekat para supporter Chelsea yang mengekpresikan kesedihan, saat kebobolan satu gol oleh sundulan Smalling. Mereka yang mengekspresikan kesedihan yang lebih mendalam saat Chelsea kebobolan satu gol lagi oleh tendangan jarak jauh Nani. Mereka yang serentak berteriak setengah putus asa saat Rooney mencetak gol ketiga. Serta menyaksikan momen penuh harapan akan kebangkitan saat tiba-tiba Torres mencetak gol yang sangat indah ciamik dan brilliant.
Kami pun bisa ikut serta mencemooh Ronney yang terjatuh saat mengeksekusi penalti. Bisa ikut serta merasakan perasaan campur aduk antara marah, menyesal, dan takjub saat menyaksikan Torres yang berhasil dengan teknik cemerlang mengecoh kipper De Gea, berhadapan dengan gawang yang kosong, dan gagal mencetak gol. Kejadian yang belakangan dijuluki sebagai 'One of the most extraordinary misses in the history of Barclays Premier League'.
Semua pengalaman dan perasaan itu terangkum menjadi sebuah euforia, perasaan senang dan marah, pengalaman akan militansi, perasaan mencintai dengan sepenuh hati, perasaan menyatu dalam kebersamaan. Sebuah kesempatan langka yang ketika mendekat, tak boleh disia-siakan. Theatre of Dream, adalah benar panggung pertunjukkan tempat terwujudnya mimpi-mimpi, meskipun kali ini resmi menjadi salah satu pertunjukan mimpi buruk bagi kita penggemar Chelsea.
Liga Inggris adalah pertandingan sepakbola yang paling banyak dinikmati dan ditonton oleh penggemar bola di seluruh dunia. Mungkin, menonton tim favorit berlaga di stadion secara langsung adalah mimpi-mimpi yang terlalu mewah untuk terwujud.
Seperti sedang bermimpi di siang bolong, akhirnya kami melangkahkan kaki menuju Stadion Old Trafford, di Kota Manchester, Britania Raya. Namun demikian, kedatangan saya ke sana bukan untuk menyaksikan Manchester United, tetapi demi Chelsea, tim favoritku, dalam rangka menghentikan dominasi MU dari gelar juara.
Memang, tiket untuk menonton pertandingan yang bergengsi seperti MU vs Chelsea akan sulit didapat. Untuk mendapatkan tiket, Anda harus mendaftar menjadi member dengan biaya sekitar 30 Pounds (Rp 438.000), dan mengumpulkan sejumlah point untuk bisa membeli tiket. Sebelum tiket dijual kepada publik, biasanya sudah habis dipesan oleh member.
Keberuntungan pun menghampiri kami, ketika dua hari sebelum pertandingan, saya mendapatkan tiket itu di loket penjualan tiket Stamford Bridge, Chelsea. Saya juga mendapat satu tiket lagi untuk teman saya, dari seorang wanita penggemar Chelsea yang berhalangan hadir, dan sedang bersusah hati karena tiket yang sudah dibeli tidak bisa direfund. Akhirnya, kami membeli tiket wanita tersebut dan melangkahlah ke Old Trafford. Â
Berbekal dua tiket itu, dengan penuh percaya diri kami berangkat menuju Manchester. Dari stasiun kereta api, Old Trafford bisa ditempuh dengan menggunakan Tram, tiket Tram sekitar 3 Pounds (Rp 43.800) pulang-pergi. Setelah turun di Stasiun Exchange Quay, perlu lima belas menit jalan kaki untuk menuju ke stadion.
Sebuah jembatan merah bernama Trafford Road Bridge menjadi penanda bahwa lokasi stadion kian dekat. Di pinggir jalan menelusuri tepi sungai, banyak orang berjualan berbagai aksesoris MU seperti kaos, syal, bendera, kupluk dan berbagai pernak-pernik lainnya. Semakin mendekati stadion, semakin banyak pedagang-pedagang aksesoris beserta penjual makanan dan minuman fast food kaki lima, seperti di indonesia.
Akhirnya dari kejauhan, terlihat stadion yang berdiri kokoh dengan kemegahannya. Orang-orang mulai berduyun-duyun berdatangan memadati sekeliling stadion. Rata-rata berseragam merah-merah untuk mendukung tim kesayangan mereka bermain di kandang.
Seperti juga di Indonesia, terdapat beberapa calo yang menjual tiket di pertadingan, namun harganya empat kali harga normal. Jika kami mendapat tiket dengan harga 42 pounds atau sekitar Rp 600.000, maka tiket dari calo berharga sekitar RP 2.500.000.
Di deretan depan stadion, terdapat bagian gedung yang menjual merchandise official MU sedang dipadati pembeli, tempat yang pas untuk mencari oleh-oleh bagi penggemar MU. Yang mengejutkan, ternyata sebagian besar produk adalah made in Indonesia!
Ketika menunggu masuk, seorang bapak yang datang dengan dua anaknya, yang semuanya memakai kaos MU, melihat atribut kami yang bertuliskan Chelsea. Bapak itu seketika mencibir, menatap dengan sinis, menunjuk-nunjuk sambil berbisik kepada anak-anaknya, yang jika diasumsikan berbunyi, "Nak, kalau besar nanti, jangan jadi pendukung Chelsea seperti dia. Mau ditaruh dimana muka Bapakmu ini nantinya."
Akhirnya dua jam sebelum pertandingan kami sudah boleh memasuki stadion. Tempat masuk antara orang berkaos biru-biru, pendukung Chelsea, dipisah dengan tempat masuk orang berkaos merah-merah, MU, untuk mencegah pertikaian yang berpotensi terjadi. Kapasitas yang diperuntukkan kepada supporter tim tamu hanya 3.000 kursi, dibandingkan dengan total keseluruhan yang mencapai 75 ribu kursi.
Keadaan di dalam stadion cukup menerbitkan rasa takjub. Ketika kosong, seluruh stadion didominasi oleh warna merah. Yang ditengahnya terdapat tulisan besar berwarna putih: MANCHESTER UNITED. Di salah satu bagian lain terdapat spanduk panjang bertuliskan MANCHESTER IS MY HEAVEN dan MU FC FOR EVERY MANC A RELIGION. Di salah satu tribun terdapat julukannya yang terkenal sebagai THE THEATRE OF DREAMS. Melihat tulisan itu, saya hanya bisa berkata dalam hati 'Bersiaplah, pertandingan ini akan menjadi mimpi buruk bagi kalian,' sambil terkekeh-kekeh.
Para supporter mulai memenuhi stadion. Para pemain mulai bermunculan di lapangan dan melakukan pemanasan. Timbul perasaan sumringah bahwa detik ini, saya hadir dan melihat mereka secara langsung, di tempat yang sangat jauh dari rumah!!!
Akhirnya peluit tanda mulai pertandingan disemprit oleh wasit. Menyaksikan pertandingan secara langsung di stadion, setelah biasanya hanya menonton dari televisi, terasa seperti menambah efek 3 dimensi. Kami pun merasakan sudut pandang dari sangat luas, mendengarkan suara di stadion yang bergemuruh, tidak ada suara komentator, serta tidak ada siaran ulang seperti di layar kaca. Secara umum, jalannya pertandingan ini dari sudut pandang yang sangat subyektif adalah Chelsea mendominasi pertandingan dan menyia-nyiakan begitu banyak kesempatan-kesempatan emas.
Sebuah hal luar biasa ketika membaur bersama keriuhan para supporter Chelsea yang bernyanyi-nyanyi dan yel-yel. Kami bernyanyi untuk mendukung Chelsea agar lebih semangat, untuk mendukung Torres agar mencetak gol, dan meneriakkan yel yel yang mengejek satu persatu pemain lawan, serta menyanyikan berbagai lagu kebangsaan.
Kami takjub menyaksikan dari dekat para supporter Chelsea yang mengekpresikan kesedihan, saat kebobolan satu gol oleh sundulan Smalling. Mereka yang mengekspresikan kesedihan yang lebih mendalam saat Chelsea kebobolan satu gol lagi oleh tendangan jarak jauh Nani. Mereka yang serentak berteriak setengah putus asa saat Rooney mencetak gol ketiga. Serta menyaksikan momen penuh harapan akan kebangkitan saat tiba-tiba Torres mencetak gol yang sangat indah ciamik dan brilliant.
Kami pun bisa ikut serta mencemooh Ronney yang terjatuh saat mengeksekusi penalti. Bisa ikut serta merasakan perasaan campur aduk antara marah, menyesal, dan takjub saat menyaksikan Torres yang berhasil dengan teknik cemerlang mengecoh kipper De Gea, berhadapan dengan gawang yang kosong, dan gagal mencetak gol. Kejadian yang belakangan dijuluki sebagai 'One of the most extraordinary misses in the history of Barclays Premier League'.
Semua pengalaman dan perasaan itu terangkum menjadi sebuah euforia, perasaan senang dan marah, pengalaman akan militansi, perasaan mencintai dengan sepenuh hati, perasaan menyatu dalam kebersamaan. Sebuah kesempatan langka yang ketika mendekat, tak boleh disia-siakan. Theatre of Dream, adalah benar panggung pertunjukkan tempat terwujudnya mimpi-mimpi, meskipun kali ini resmi menjadi salah satu pertunjukan mimpi buruk bagi kita penggemar Chelsea.
Sumber :
http://travel.detik.com/read/2012/03/02/083129/1856077/1025/merasakan-euforia-bola-di-kandang-manchester-united
Tidak ada komentar:
Posting Komentar